Jalan-jalan Murah ke Banten Saat Pandemi, Gak Sampai 70 Ribu – WFH di rumah terus-terusan tentu lama-lama pasti menimbulkan kebosanan. Sementara kalo ingin jalan-jalan agak jauh tapi murah harus naik kereta jarak jauh yang mensyaratkan rapid test yang harganya lumayan menguras kantong. Untuk menyiasati hal tersebut akhirnya saya memilih untuk sekedar jakan-jalan ke yang dekat-dekat saja yaitu ke Banten Lama. Pagi2 jam 5 pun saya sudah berangkat ke stasiun Palmerah menggunakan motor. Parkir motor disini dibawah 8 jam sekitar 10 ribu.
Saya menaiki KRL jurusan Rangkasbitung yang paling pagi dan mulai kereta mulai meninggalkan stasiun Palmerah sekitar pukul 05:50. Salah satu hal yang saya cari dari perjalanan naik KRL ini adalah mengabadikan momen saat kereta berjalan ditengah2 pemakaman Tanah Kusir. Cukup epik bagi saya, merasakan kereta berjalan seperti membelah makam yang berada tepat di sebelah kiri dan kanannya. 1 kali perjalanan KRL dari Palmerah menuju Rangkasbitung cukup membayar 8000 saja.
KRL Melewati Tengah Pemakaman Tanah Kusir
Sekitar pukul 07:40 KRL sudah sampai di Rangkasbitung, jalan-jalan murah ke Banten dilanjutkan dengan menaiki kereta lokal Merak yang harganya cuma 3000 rupiah saja, murah banget bukan. Kereta lokal merak ini berangkat dari Rangkasbitung jam 07:50 hanya 10 menit saja dari kedatangan KRL dari Jakarta. Satu hal yang cukup mengganggu saya adalah meski kereta sudah standby di rel sebelahnya, tapi kita musti keluar stasiun dulu untuk tab e-money KRL yang jaraknya agak jauh sekitar 50-100 meteran dari pemberhentian kereta, kemudian masuk lagi melalui pintu kereta lokal dengan menunjukan boarding pass kereta lokal. Kenapa gak dibikin mudah biar bisa langsung naik saja, dibuatin mesin tab dan boarding pass di dalam stasiun gitu. Kalau untuk orang muda seperti saya sih ga terlalu masalah, tapi untuk orang tua yang sudah tidak terlalu gesit, orang cacat, orang lagi sakit atau ibu hamil tentu menyulitkan, apalagi kalo jadwal kereta nya yang mepet cuma 10 menit seperti sekarang, semoga bisa diberikan solusi kedepannya oleh pihak KAI.
Kereta lokal pun mulai berangkat tepat waktu dan berjalan pelan menuju stasiun tujuan Stasiun Karangantu. Kereta tiba di stasiun karangantu sekitar jam 9:05 pagi. Stasiun Karangantu adalah stasiun kecil yang berada di DAOP I KAI di sebelah utara kota Serang. Kawasan Banten Lama ini sendiri ada si wilayah kecamatan Kasemen kabupaten Serang. Sebagai informasi kereta kembali ke Rangkasbitung nanti berangkat jam 11:05, jadi saya hanya punya waktu 2 jam untuk jalan2 disini 😀 .
Suasana Stasiun Karangantu
Tujuan pertama jalan-jalan Murah ke Banten adalah Keraton Kaibon yang tidak jauh dari stasiun. HTM kesini gratis tidak dipungut biaya. Sekilas tentang keraton aibon: “Dibangun pada tahun 1815, keraton ini menjadi keraton kedua di Banten setelah Keraton Surosowan. Berbeda dengan Keraton Surosowan, sebagai pusat pemerintahan, Keraton Kaibon dibangun sebagai tempat tinggal Ratu Aisyah. Hal ini dikarenakan Sultan Syafiudin sebagai Sultan Banten ke 21 saat itu usianya masih 5 tahun. Nama Kaibon sendiri dipastikan diambil dari kata keibuan yang memiliki arti bersifat seperti ibu yang lemah lembut dan penuh kasih sayang. Tahun 1832 Keraton Kaibon dihancurkan oleh pihak Belanda yang dipimpin oleh Gubernur VOC saat itu, Jendral Daen Dels. Penyerangan dilakukan karena Sultan Syaifudin menolak dengan keras permintaan sang jendral untuk meneruskan pembangunan Jalan Raya Anyer-Panarukan. Bahkan utusan jendral yang bernama Du Puy dibunuh sultan hingga kepalanya dipenggal kemudian dikembalikan kepada jendral Daen Dels. Marah besar, jendral VOC tersebut menghancurkan keraton Kaibon hingga meninggalkan puing-puing yang tersisa saat ini. Kini, puing reruntuhan Keraton Kaibon meninggalkan cerita tentang kejayaan Banten Lama” (sumber artikel). Pemandangan yang disajikan disini adalah puing-puing keraton yang mengelilingi rerumputan hijau. Didalamnya juga dibangun jalur pejalan kaki untuk wisatawan. Terlihat beberapa bangunan masih kokoh berdiri seperti tembok dan gapura.
Suasana Keraton Kaibon
Setelah dari Keraton Kaibon, tujuan selanjutnya jalan-jalan murah ke Banten adalah Keraton Surosowan yang terletak satu kompleks dengan Masjid Agung Banten, dan berjarak sekitar 1 KM dari Keraton Kaibon. Pemandangan yang disajikan disini adalah tembok yang mengelilingi bekas istana dengan gerbang di sebelah barat. Kita tidak bisa masuk kedalam karena pintu dikunci dan hanya bisa melihat dengan memanjat tembok benteng. Di dalamnya juga tidak terlihat banyak ruang, hanya tersisa tembok2 yang berdiri tidak terlalu tinggi mengelilingi rerumputan, karena memang menurut sejarah keraton ini dihancurkan oleh Belanda saat menduduki Indonesia. HTM kesini gratis karena hanya melihat dari luarannya saja. Sekilas tentang Keraton Surosowan: “Keraton Surosowan diperkirakan dibangun antara tahun 1526-1570 saat Pemerintahan Sultan Banten yang pertama yaitu Sultan Maulana Hasanudin. Keraton Surosowan juga berfungsi sebagai tempat tinggal sultan beserta keluarga dan pengikutnya. fungsi lainnya, keraton juga menjadi pusat kerajaan dalam menjalankan pemerintahan Kerjaan Banten. Hal ini terlihat dalam tata pola yang mengikuti kerajaan Islam lainnya di Jawa yang memiliki Alun-Alun di sebelah utara, Masjid Agung di bagian barat dan pasar serta pelabuhan di sisi timur dan utara keraton. Ketika Belanda menyerang kembali, Keraton menjadi sasaran utama dengan penghancuran kota dan membuat Sultan dan penghuninya meninggalkan keraton. Kejadian ini terjadi pada tahun 1813 saat Gubernur Jendral Belanda dipimpin oleh Herman Daendels. Sisa-sisa inilah yang kini terlihat dalam reruntuhan. Bangunan keraton yang menggunakan bahan bata campuran pasir dan kapur sebagai bahan dasarnya menjadi saksi bagaimana kehebatan Kerajaan Banten pada abad 17” (sumber artikel).
Suasana Keraton Surosowan
Beranjak dari Keraton Surosowan kali ini menuju ke Masjid Agung Banten yang berada 1 kompleks dengan keraton. Untuk memasuki masjid ini anda cukup membayar sukarela di kotak amal & tempat penitipan sepatu. Masjid yang sangat luas dengan berbagai ruangan arsitektur lama yang sangat indah untuk diabadikan. Karena saya non Muslim jadi saya hanya sekedar mengabadikan beberapa bagian dari luar, tanpa sampai masuk ke dalam-dalam bangunan masjid.
Suasana Masjid Agung Banten
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 10:35, hanya ada sekitar 25 menit saja waktu tersisa saya disini biar gak ketinggalan kereta. Akhirnya saya segera jalan kaki menuju ke Kerkhof yang berada sekitar 700 meter dari Kawasan Masjid Agung, satu lagi warisan sejarah berupa makam tua peninggalan Belanda. Sekilas tentang Kerkhof: “Kata kerkhoff merupakan bahasa Belanda, yang jika dipecah menjadi dua suku kata maka kerk berarti gereja dan hoff adalah halaman. Lambat laun, kata kerkhoff menjadi sebutan untuk kuburan atau permakaman. Makam-makam tersebut dibuat dari batu. Beberapa makam masih utuh, adapun sebagian yang lain sudah tidak utuh di bagian atas. Jika dilihat dari jenisnya, terdapat dua jenis makam di kerkhoff ini. Jenis makam pertama berupa makam dengan batur tinggi yang di atasnya terdapat bentuk persegi dengan profil pelengkung di bagian atas. Jenis kedua adalah makam berbentuk persegi, sederhana, dimana identitas yang dimakamkan dituliskan pada permukaan atas batu” (sumber artikel). Karena mepetnya waktu, akhirnya saya hanya sepintas melihat dan mengambil gambar dari luar saja. Bahkan saya harus naik angkot ke stasiun karena kalo jalan kaki sudah pasti ketinggalan kereta dan harus menunggu kereta selanjutnya yang baru datang 3,5 jam lagi 😀 .
Suasana Kerkhof
Sesampainya di stasiun tak perlu menunggu lama sekitar 2 menit kereta sudah datang, dan kemudian berangkat lagi menuju Rangkasbitung. Sesampainya di stasiun Rangkasbitung saya tidak langsung balik Jakarta. Saya jalan kaki keluar stasiun dulu untuk makan siang di Rumah Makan Parahiyangan, kurang lebih 800 meter dari stasiun. Alasan memilih kesini karena ingin nyobain salah satu makanan khas Banten yaitu Sate Bandeng. Penyajian sate bandeng ini adalah daging bandeng yang tulang-tulangnya sudah dibersihkan lalu ditusukkan ke tusuk sate yang tebal (seperti tusuk sate daging kambing / sapi) dan didalamnya dimasukan bumbu rempah-rempah dan juga parutan kelapa baru kemudian dibakar. Oh iya untuk sate bandeng yang dijual disini adalah sate yang sudah jadi ya tinggal ngangetin aja. Sebagai pelengkap makan siang saya juga memesan pepes tahu. Seporsi sate bandeng + pepes tahu + nasi + teh manis hangat harganya sebesar 29 ribu. Selesai makan dan bayar ada hal yang menurut saya sedikit lucu, karena harga nasi putih nya adalah 12 ribu jauh lebih mahal dari harga pepes yang cuma 2 ribu 😀 .
Selesai makan siang sayapun menuju stasiun untuk naik KRL kembali ke Jakarta.
Untuk itinerary gak usah dijelaskan lah ya, cuma perjalanan super singkat doang 😀 . Untuk rincian biaya kurang lebih seperti dibawah ini:
Parkir stasiun Palmerah | 10.000 |
Tiket KRL Jakarta-Rangkasbitung PP @8000 | 16.000 |
Tiket kereta lokal Rangkasbitung-Karangantu PP @3000 | 6.000 |
Makan siang di RM Parahiangan Rangkasbitung: menu sate bandeng + pepes tahu | 29.000 |
HTM Masjid Agung Banten sukarela | 5.000 |
Total: | 66.000 |
Sekian tulisan pengalaman Jalan-jalan Murah ke Banten Saat Pandemi, Gak Sampai 70 Ribu . Terimakasih sudah membaca 🙂